Sejarah Kontroversial Raja Ghezo Kerajaan Dahomey: Ritual Kekerasan dan Darah Manusia

Robi Cuakz

Human Sacrifice Palace Featured

Dalam artikel ini, akan dibahas sejarah kontroversial Raja Ghezo dari Kerajaan Dahomey, termasuk praktik kekerasan dan ritual kemanusiaan yang terkait dengan kehidupannya. Penggunaan darah manusia dalam pemakamannya menjadi sorotan penting, sementara hubungannya dengan seni voodoo dan temuan terkini juga akan ditampilkan. Sebuah analisis mendalam tentang kehidupan Raja Ghezo dan kontroversi seputar praktiknya akan membuka wawasan baru tentang masa lalu Kerajaan Dahomey yang menarik dan serius.

 An illustration of King Ghezo of the Dahomey Kingdom, a 19th-century West African kingdom, is shown with some members of his court.

Kepemimpinan Raja Ghezo Kerajaan Dahomey dan Warisan Kekerasan

Raja Ghezo dikenal sebagai penguasa Kerajaan Dahomey dari tahun 1818 hingga 1858, melambungkan reputasi kekejamannya dalam menghadapi musuh-musuhnya. Istana Ghezo dipercaya dihiasi dengan tengkorak dan rahang para musuh yang pernah dikalahkannya, bahkan takhtanya diselimuti oleh tengkorak pemimpin lawan.

Dalam sejarahnya, Ghezo menginisiasi serangkaian kampanye brutal terhadap suku Yoruba. Meskipun dikabarkan ada korban jiwa dalam serangannya, Ghezo secara resmi dinyatakan wafat dengan damai di kediamannya. Warisannya yang keras dan kontroversial memberikan pandangan mendalam tentang kekuasaan dan kebrutalan pada masa itu.

 The image shows the entrance to Heaven Memorial Park, a cemetery in Indonesia.

Rumah Pemakaman Ghezo dan Desas-desus Korban Manusia

Saat hidup, Raja Ghezo memerintahkan pembangunan dua rumah pemakaman di sebelah makam ayahnya. Desas-desus menyebar bahwa makam ini mungkin dibangun dengan darah 41 korban manusia, diduga tawanan perang atau budak. Angka 41, dalam konteks voodoo, memiliki makna sakral sebagai bagian dari upacara melindungi peninggalan raja yang telah tiada.

 A colorized 1890s photograph of King Ghezo of Dahomey and his army of female warriors, the Mino.

Raja-raja Abomey dan Makna Darah

Raja-raja Abomey, termasuk Raja Ghezo Kerajaan Dahomey, dianggap sebagai ‘Raja-Raja Tuhan’ yang mengemban budaya dan agama berbasis voodoo. Dalam pandangan mereka, kematian bukanlah kehilangan total, melainkan sebuah perubahan keadaan. Keyakinan akan adanya batas jelas antara dunia manusia dan dunia roh menjadi landasan kuat dalam kehidupan spiritual mereka.

Darah, sebagai simbol penting, digunakan dalam beragam ritual kerajaan, termasuk dalam mengkonsekrasi bangunan. Elemen seperti doa, air suci, dan darah musuh dimaknai sebagai lambang perlindungan esensi raja yang telah berpulang. Penggunaan darah tidak sekadar fisik, tetapi juga melambangkan hubungan spiritual yang mendalam antara kerajaan dan dunia roh, memperkuat keberadaan serta kekuasaan raja dalam alam baka.

 A pool of dark red blood, resembling the mortar from Ghezos tomb.

Verifikasi Darah Manusia dalam Makam Ghezo

Peneliti dari Prancis dan Benin telah mengungkap fakta menarik melalui analisis mortar berwarna kemerahan di makam Raja Ghezo Kerajaan Dahomey. Menggunakan tandem mass spectrometry beresolusi tinggi, mereka memeriksa proteomik mortar tersebut, menemukan keberadaan hemoglobin dan imunoglobin dari manusia dan ayam. Hasil ini membuktikan penggunaan darah manusia dalam konstruksi makam tersebut.

Dengan DNA yang mengalami degradasi seiring waktu, analisis ini menjadi kunci dalam memverifikasi praktik penggunaan darah manusia dalam ritual dan pembangunan yang terkait dengan Raja Ghezo Kerajaan Dahomey. Temuan ini memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang aspek kontroversial dari kehidupan dan kekuasaan Raja Ghezo, membuka jendela baru bagi peneliti seni dan sejarah untuk mengeksplorasi warisan budaya yang kompleks dari Kerajaan Dahomey.

 An engraving depicting European observers witnessing a ritual of the Great Customs in the Dahomey Kingdom, where a man is being sacrificed.

Sumber Darah yang Belum Jelas

Sumber pasti darah manusia yang digunakan dalam mortar Raja Ghezo Kerajaan Dahomey masih menjadi misteri belum terpecahkan. Kemungkinan besar, darah itu berasal dari ritual yang disebut ‘Great Customs,’ yang melibatkan korban hingga 500 individu saat kematian seorang raja Dahomey.

Para peneliti seni dan sejarah berspekulasi bahwa adat tersebut menjadi sumber darah dalam upacara-upacara penting. Tidak hanya sebagai bahan konstruksi, tetapi juga untuk simbolisme yang mendalam dalam konteks keagamaan dan kekuasaan pada masa itu.

Diperkirakan, analisis DNA lebih lanjut bisa menjadi terang dalam mengungkap jumlah individu yang darahnya digunakan dalam ritual tersebut. Informasi ini akan membuka wawasan baru terkait praktik kekerasan dan spiritualitas yang terkait erat dengan periode pemerintahan Raja Ghezo.

Leave a Comment